Skip to main content

Search Modal

Makna “Mobility for All” bagi Toyota

Main Area

Main

Makna “Mobility for All” bagi Toyota

"Bringing the joy and freedom of movement to all. Ini adalah bentuk dari masyarakat mobilitas masa depan yang kita impikan bersama. Kami akan terus menciptakan produk mobilitas yang memiliki nilai dan disukai. Ke depannya, Toyota akan terus menyediakan beragam layanan mobilitas dan solusi transportasi untuk orang-orang di seluruh dunia seiring perubahan Toyota menjadi perusahaan mobilitas. Namun, kami tidak dapat melakukan semuanya sendiri di Toyota. Kami siap menghadapi tantangan masa depan bersama dengan bantuan dari semua partner kerja,” ujar Akio Toyoda, President, Member of the Board of Directors Toyota Motor Corporation.

Kisah Toyota berawal dari penemuan sebuah mesin tenun oleh Sakichi Toyoda. Pria ini mengembangkan industrinya dan mematenkan produk dari mesin tenun tersebut. Berbagai jenis mesin berkembang hingga akhirnya ditemukan mesin tenun yang bisa berhenti sendiri ketika ada gangguan teknis. Sakichi kemudian menurunkan usahanya ke anaknya, Kiichiro Toyoda.

Pada tahun 1933 berdiri Toyota Motor Corporation (TMC) yang merupakan divisi mobil Pabrik Tenun Toyoda. Divisi ini mengembangkan dan membantu Toyoda dalam menciptakan mesin tenun yang efisien dan produktif. Pada 24 Agustus 1937, divisi ini mulai memisahkan diri dari Toyoda. Fokus utamanya mengembangkan industri mobil hingga TMC dikenal sebagai salah satu perusahaan otomotif terbesar di dunia.

Seiring berjalannya waktu, Toyota kembali membangun pijakan sejarah baru dengan mengembangkan value perusahaan dari perusahaan otomotif menjadi mobility company atau perusahaan mobilitas dalam periode transformasi yang hanya terjadi sekali dalam satu abad. Pergerakan ini merupakan implementasi komitmen Toyota untuk senantiasa mewujudkan Ever Better Cars yang juga didasari semangat Let’s Go Beyond.

Awalnya, kendaraan dipakai untuk memindahkan orang dan barang dari titik A ke titik B. Ke depan, kendaraan ciptaan Toyota tidak sekadar memindahkan manusia, tapi juga harus punya nilai lebih di mata penggunanya sehingga tercipta pola relasi dan pengalaman yang unik, menyentuh, dan personal dengan tetap mengedepankan keselamatan dan kenyamanan berkendara, dan yang pasti ramah lingkungan.

Toyota menjabarkan kondisi saat ini dalam konsep CASE, dimana CASE merujuk pada kata "Connected" cars, "Autonomous/Automated" driving, "Shared", dan "Electric". Perkembangan teknologi pada keempat bidang tersebut berhasil mengubah konsep sebuah mobil masa depan sehingga tidak hanya dipandang sebagai moda transportasi namun bertransformasi menjadi kendaraan mobilitas.
 

Connected

Salah satu filosofi yang dipegang teguh oleh Toyota adalah Just In Time (JIT). JIT adalah suatu pendekatan untuk mengurangi waktu dalam sistem produksi serta waktu respons dari pemasok dan pelanggan, tepat di waktu yang dibutuhkan. Pola tersebut diterapkan pada konsep Connected untuk memberikan peace of mind bermodalkan data kendaraan yang diolah oleh sistem terintegrasi.

Human Connected Service, berupaya menyediakan layanan terkoneksi pada pengemudi agar dapat mengendarai mobil dengan aman dan nyaman berbasis dukungan teknologi informasi bermodalkan big data kendaraan. Seperti e-Care Driving Guidance, dimana operator dapat berbicara dengan pengemudi bermodalkan speaker dan mikrofon yang ditanamkan di mobil untuk memberi informasi adanya kendala teknis. Selanjutnya operator akan memberikan panduan solusi, seperti mengarahkan ke bengkel Toyota terdekat.

Toyota Smart Center akan memonitor kondisi mobil 24 jam sehari untuk selanjutnya diteruskan ke dealer Toyota yang akan mengingatkan pemilik mobil untuk melakukan servis. Contoh, ketika sistem membaca kondisi aki yang sudah menurun drastis, Toyota akan memberitahu dealer yang selanjutnya memberikan informasi pada pelanggan untuk mengganti aki tanpa perlu menunggu mobil mogok.

Layanan lain yang begitu membantu pelanggan adalah HELPNET. Ketika sistem mendeteksi airbags mengembang, operator akan langsung menghubungi pengemudi untuk mengetahui situasi yang terjadi. Dari sini, operator akan memutuskan untuk memberikan bantuan seperti mengirimkan ambulans atau bahkan helikopter medis. Rencananya sistem ini akan berjalan di seluruh wilayah Jepang.

Bentuk lain aplikasi konsep Connected hadir pada mobil konsep Toyota LQ yang diciptakan dengan mengandalkan teknologi canggih yang dapat menyajikan pengalaman personal dan unik, memenuhi kebutuhan mobilitas penggunanya yang spesifik, dan membangun hubungan dengan pola keterikatan yang intim dan hangat antara mobil dan pengemudi. Sebuah teknologi artificial intelligent (AI) yang diberi nama Agent Yui, sanggup memberikan pengalaman mobilitas personal berdasarkan kondisi emosional dan kesadaran pengemudi.

Yui dapat berkomunikasi dengan pengemudi via komunikasi suara yang interaktif, mengubah desain bangku untuk meningkatkan kewaspadaan dan mereduksi stres, mengatur pencahayaan kabin sesuai mood penumpang, bahkan menyajikan AC dan pengharum ruang ala aroma terapi yang memberi nuansa rileks dan tenang sebagai bagian dari Human Machine Interactions (HMI) untuk memberikan layanan personal.

Toyota LQ mengusung konsep Learn, Grow, Love untuk menggambarkan kemampuan moda ini untuk menciptakan relasi yang kuat dengan pemiliknya dengan menggunakan deep learning system dalam ‘tubuh’ Yui. Yui akan berusaha mengenal lebih jauh penggunanya berdasarkan data yang diberikan, tumbuh kembang bersama penggunanya, dan menjadi partner seiring berjalannya waktu.

Toyota LQ sudah mencapai level 4 autonomous vehicle yang berarti ia sudah bisa berjalan sendiri secara otomatis di ekosistem yang mendukung. LQ juga bisa mencari sendiri spot parkir khusus untuknya di area publik sehingga memudahkan pengguna dengan keterbatasan seperti disabilitas, lanjut usia (lansia), dan wanita hamil.
 

Autonomous

Autonomous vehicle atau kendaraan otonom merupakan fondasi dari konsep Mobility for All. Pertama terkait keselamatan berkendara. Tidak hanya untuk meminimalisir korban, kendaraan otonom juga mencegah terjadinya kecelakaan sejak dini. Kedua, dengan adanya teknologi serba otomatis, mengurangi peran pengemudi, terutama lanjut usia dalam mengambil keputusan krusial di jalan. Terakhir adalah menciptakan masyarakat dimana setiap individu dapat bergerak bebas, aman dan nyaman.

Toyota membangun unit usaha Toyota Research Institute-Advanced Development (TRI-AD) guna mengembangkan mobil otonom dan telah melahirkan mobil swakemudi berkode TRI-P4 yang menggunakan basis sedan Lexus LS500h. TRI-P4 telah mencapai level 4 dari 5 kendaraan otonom dan menjadi mobil riset kendaraan otonom paling canggih yang dikembangkan oleh Toyota.

Toyota Research Institute (TRI) telah mengembangkan RADICAL, singkatan dari Robust Autonomous Driving Incorporating Cameras and Learning, yang merupakan sebuah software untuk mengendalikan kendaraan swakemudi. Sistem ini berhasil menciptakan kemajuan dramatis dalam mengolah presepsi yang akurat bermodalkan advanced machine learning sehingga dapat mengenali objek, mengklasifikasikan segmen jalan, dan memprediksi perilaku dinamis penguna jalan.

Salah satu kebutuhan utama mobil swakemudi adalah peta definisi tinggi yang akurat dan detail. Arsitektur RADICAL sudah tidak memerlukan peta sehingga memungkinkan sistem untuk bekerja di area yang tidak dipetakan dan digunakan di lebih banyak lokasi di seluruh dunia. Bersamaan dengan pendekatan ini, TRI juga telah mengembangkan Simultaneous Localization and Mapping (SLAM), framework untuk pemetaan dinamis dan lokasi presisi.

TRI bersiap meluncurkan kendaraan siap produksi di bawah konsep Mobility Teammate. Sistem ini akan menyajikan level baru dari kecerdasan buatan dengan tingkat persepsi tinggi sehingga mampu memahami lalu lintas jalan dengan memproses data sensor secara real time melalui 360-degree multi-modal sensor configuration mutakhir. Jika sukses, mobil otonom Toyota akan beroperasi sendiri tanpa campur tangan manusia.
 

Shared

Shared atau berbagi di sini memiliki 2 arti. Yang pertama, Toyota melakukan kolaborasi dengan perusahaan lain yang memiliki visi masa depan sama, terutama perusahaan berbasis teknologi informasi. Sehingga Toyota juga dapat menyediakan beragam layanan spesifik untuk kendaraan dan penggunanya dalam sistem terintegrasi, serta fokus memberikan kontribusi yang lebih luas dan terbuka dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Kedua, shared berarti kendaraan yang bisa dipakai bersama (ride sharing vehicle). Di Oktober 2019, dealer dan rental mobil Toyota di Jepang mulai menawarkan layanan berbagi mobil Toyota. Layanan ini mengandalkan Smart Key Box yang memungkinkan pengguna membuka kunci mobil dengan smartphone dan TransLog yang merekam aktivitas mengemudi. Bermodalkan smartphone, pelanggan dapat mendaftar, mengemudi dan mengembalikan mobil, serta menyelesaikan perjalanan dengan mudah.

Aplikasi lain dari shared adalah autonomous mobility as a service (Autono-MaaS). Layanan ini mencerminkan transisi berkelanjutan Toyota sebagai perusahaan mobilitas yang mengombinasikan kendaraan elektrifikasi, connected networks, dan teknologi mobil otonom mutakhir untuk mendukung bisnis berbasis ride sharing vehicle. E-Palette sebagai bentuk nyata rencananya akan dipakai di ajang Olimpiade Tokyo 2020 sebagai komuter di dalam venue, tapi tertunda hingga tahun 2021 karena adanya pandemi COVID-19.

Tampilan luarnya terlihat unik, dengan bodi mengotak besar dan simetris, serta keempat roda di ujung bodi untuk menunjang manuver di area terbatas. Proporsi tubuh seperti ini membuatnya memiliki area kabin yang lapang, lega, tinggi dan rata, serta terciptanya akses keluar dan masuk yang mudah dan cepat berkat pintu geser besar di tengah. ‘Minibus’ dengan penggerak BEV ini sanggup menampung hingga 20 orang penumpang dalam kondisi normal.

Memiliki kecepatan maksimal 19 km/jam dan jarak tempuh sekitar 150 km, driverless vehicle ini dapat berkomunikasi dengan orang di sekitarnya via lampu LED di depan dengan tulisan I’m running ketika berjalan dan After you saat berhenti disertai mimik muka (lampu) lucu yang mengundang perhatian. Sebagai mobil otonom, E-palette sudah mencapai level 4 dari 5, yang artinya sudah mampu bergerak sendiri tanpa campur tangan manusia.
 

Electric

Sebagai bagian dari inisiatif Toyota Environmental Challenge 2050, Toyota menargetkan akan mengurangi emisi gas buang kendaraan yang diproduksi di tahun 2050 hingga 90% dibandingkan level emisi di tahun 2010. Dalam jangka pendek, di tahun 2020 Toyota akan mengakselerasi produk Battery Electrified Vehicle (BEV) sebagai moda full electric dengan merilis 10 model baru di seluruh dunia. Lanjut di tahun 2025, seluruh model Toyota akan memiliki opsi tipe elektrifikasi atau bahkan didedikasikan khusus sebagai mobil listrik.

Dipelopori oleh Toyota Prius sebagai sebuah Hybrid Electric Vehicle (HEV) yang telah hadir sejak tahun 1997, Toyota terus mengembangkan kendaraan elektrifikasi sehingga menghadirkan turunan produk berupa Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV), dan Battery Electric Vehicle (BEV).

Secara infrastruktur, sistem penggerak PHEV sama dengan HEV. Bedanya, produk PHEV dilengkapi dengan fitur charger listrik untuk mengisi baterai secara mandiri. PHEV cocok untuk wilayah yang sudah memiliki stasiun pengisian baterai namun belum menyeluruh. PHEV juga meningkatkan jarak tempuh mobil ketika menggunakan electric mode. Prius PHEV merupakan salah satu kendaraan jenis PHEV yang telah dijual oleh Toyota.

Jenis berikutnya adalah Fuel Cell Electrified Vehicle (FCEV). Model ini tidak lagi menggunakan mesin pembakaran dalam ala HEV.  Toyota menambahkan tangki berisi gas hidrogen (H2) dan komponen fuel cell, yang melalui serangkaian reaksi kimia, mengolah hidrogen bersama oksigen (O2) dari udara bebas menjadi tenaga listrik untuk mengisi baterai dan menggerakkan roda. Satu-satunya gas buang yang dihasilkan adalah air (H2O) sehingga menjadikan FCEV sebagai zero emission vehicle. Jenis ini diwakili oleh Toyota Mirai yang telah memasuki generasi ke-2.

Terakhir adalah jenis Battery Electrified Vehicle (BEV) yang mengandalkan baterai dan motor listrik sebagai sumber penggerak. BEV memiliki keterbatasan dalam hal jarak tempuh dan harus berhenti dalam jangka waktu tertentu untuk pengisian ulang baterai. BEV cocok dimanfaatkan sebagai personal mobility dengan jarak tempuh terbatas di wilayah perkotaan yang sudah memiliki infrastruktur pengisian daya baterai mumpuni. Beberapa mobil konsep disiapkan, seperti Toyota E-Palette, LQ, Ultra Compact BEV, dan i-Road yang sempat dipamerkan di Tokyo Motor Show 2019 lalu. Kendaraan BEV yang disebutkan sudah menggabungkan keempat aspek teknologi dari konsep CASE.
 

Sarana Membantu Mobilitas

Toyota juga berupaya mengembangkan sarana untuk membantu mobilitas masyarakat, seperti untuk para penyandang disabilitas dan lanjut usia (lansia) yang memiliki keterbatasan gerak. Salah satu cotohnya adalah Ultra Compact BEV sebagai moda mobilitas ramah lingkungan yang kompak untuk kebutuhan perjalanan dekat di kawasan terbatas.

Mobility vehicle dengan kapasitas 2 orang ini pas untuk pergi ke mal, keliling area perkantoran, atau dipakai pengemudi pemula dan para lansia. Desain yang ekstra kompak dengan panjang hanya 2.490 mm, lebar 1.290 mm, tinggi 1.550 mm, dan radius putar 3,9 m, begitu memudahkan untuk manuver di seputar wilayah perkotaan Jepang yang memiliki akses serba terbatas.

Sekali isi penuh baterai, Ultra Compact BEV sanggup melaju sejauh sekitar 100 km dengan top speed mencapai 60 km/jam. Untuk pengisian baterai hingga penuh butuh waktu selama 5 jam (200 Volt). Bicara safety, ia dilengkapi fitur pencegah tabrakan yakni Intelligent Clearance Sonar dan Pre-Colission System yang disertai auto brake untuk keperluan darurat saat mobil sudah tidak bisa lagi menghindar.

Berikutnya adalah HSR atau Human Support Robot. Robot ini memiliki tugas mulia dalam melayani orang sakit, kaum disabilitas, dan lanjut usia yang mengalami keterbatasan gerak. Toyota berusaha membuat HSR agar dapat membantu segala jenis pekerjaan, mulai dari membawa gelas air hingga membantu mengatur pola hidup pasien. HSR bekerja memanfaatkan kamera, mikrofon, dan beragam sensor untuk beroperasi yang didukung oleh teknologi artificial intelligent.

Ada pula FSR atau Field Support Robot yang disiapkan untuk bertugas membantu staf di arena olahraga. Bersama petugas lapangan, FSR mengambil obyek yang dilempar seperti lembing dan cakram. FSR dapat mengenali petugas lapangan dan mengikutinya untuk mengambil lembing atau cakram. Petugas memasukkan obyek ke dalam FSR dan selanjutnya menepuk bodi robot tersebut. FSR akan kembali ke area pelemparan secara otonom, termasuk menghindar ketika ada rintangan.

Latest Article
Back to top